www.emiisc.com

Silakan menuju ke web kami yang terbaru di www.emiisc.com

Senin, 18 Februari 2013

PENERIMAAN SANTRI/SISWA BARU EMIISc JAKARTA

Ayoo segera mendaftar di EMIISc Jakarta..

PENERIMAAN SANTRI/SISWA BARU :

Gelombang I                  : 1 Januari 2013 - 28 Februari 2013
                                        (BONUS BUKU SEMESTER I & SERAGAM)
Gelombang II                 : 1 Maret 2013  - 30 April 2013
Gelombang III                : 1 Mei 2013     - 15 Juni 2013

(Gelombang berikutnya akan ditutup jika kapasitas tampung telah terpenuhi pada gelombang sebelumnya)

MENERIMA PINDAHAN

Kamis, 14 Februari 2013

EMIISc of ISLAMIC SCHOOL


Anak adalah aset terbesar bagi orang tua baik di dunia terlebih di akhirat. Oleh karenanya kehadiran lembaga pendidikan yang bermanhaj ahlus-sunnah dan bermutu tinggi sangat diharapkan kehadirannya oleh kaum muslimin. Pendidikan berkualitas tinggi ini diharapkan oleh umat sejak anaknya diperkenalkan dengan dunia sekolah hingga menjadi seorang anak yang bertaqwa dan mandiri dalam kehidupannya, terutama pendidikan pra sekolah hingga sekolah menengah, karenanya dibutuhkan lembaga pendidikan  berkualitas mulai dari TK, SD, SMP dan SMA.

Oleh karena masing-masing anak atau siswa memiliki minat dan bakat tertentu, maka dibutuhkan lembaga pendidikan yang menampilkan program ganda, yaitu Boarding School dan Full Day School sehingga mampu menampung setiap segmen siswa yang memiliki selera berbeda dalam memilih lembaga pendidikan yang bermutu tinggi.

EMIISc Jakarta insya Allah adalah lembaga pendidikan yang hadir di tengah-tengah umat untuk menjawab kebutuhan tersebut dan selalu konsen terhadap mutu proses dan mutu output bagi peserta didiknya, baik yang mengikuti program pondok pesantren (Ma’had; Boarding School) maupun program reguler (Full Day School).

Minggu, 10 Februari 2013

Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak


Oleh: Ustadz Dr. Abdurrahim al-Basyir, M.Pd. (Dir. Pendidikan EMIISc Jakarta)

Secara umum, peranan orang tua dalam pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. Jika dipersentase, maka peran orang tua akan mencapai 60%, sedangkan pengaruh lingkungan bergaul (bermain) 20%, dan lingkungan sekolah (sekolah regular atau non pesantren, sekolah pergi pulang) juga 20%. Apabila peran orang tua tidak diperankan secara baik dan benar maka pengaruh pendidikan 60% tersebut akan ditelan habis oleh lingkungannya. Lingkungan yang paling besar berpengaruh kepada anak adalah lingkungan bergaulnya, bukan lingkungan sekolahnya.

Sedangkan pengaruh pendidikan anak pada pondok pesantren sebagai tempat mengenyam pendidikan dan tempat bergaul selama 24 jam adalah 80%, sedangkan pengaruh bawaan dari lingkungan keluarga adalah 20%. Apabila pesantren mampu mempersentasekan perannya dengan baik, maka keberhasilan pendidikan anak akan lebih menjanjikan daripada sekolah regular.

Oleh karena itu, hendaknya para orang tua memperhatikan dengan sungguh-sungguh perannya dalam pendidikan anak, termasuk memilih lembaga pendidikan yang tepat bagi anaknya. Penulis telah melakukan observasi di banyak tempat, terhadap sejumlah alumni lembaga pendidikan, baik yang regular maupun pesantren, maka tingkat kesuksesan yang hakiki, yakni ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa ta’aala dan kepatuhan kepada kedua orang tua, lebih besar diraih oleh sejumlah besar alumni pondok pesantren daripada sekolah reguler walaupun berlabel Islam. Oleh karenanya, apabila anak-anak sudah mencapai usia mandiri, yaitu 10 tahun ke atas atau paling tidak telah tamat sekolah dasar, hendaklah orang tua tidak ragu-ragu untuk menyerahkan pendidikan anaknya kepada pesantren, tentunya bermanhaj salaf, jika orang tua tidak memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan pesantren.

Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi manusia. Anak merupakan amanah yang menjadi tanggung jawab orang tuanya. Ketika pertama kali dilahirkan ke dunia, seorang anak dalam keadaan fitrah dan berhati suci lagi bersih. Lalu kedua orang tuanyalah yang memegang peranan penting pada perkembangan berikutnya, apakah keduanya akan mempertahankan fitrah dan kesucian hatinya, ataukah malah merusak dan mengotorinya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ

“Tidak ada seorang bayi pun yang terlahir kecuali dalam keadaan fitrah (Islam). Namun kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR. al-Bukhari 1319 dan Muslim 2658)

Seorang anak ibarat adonan yang siap dibentuk sesuka orang yang memegangnya, atau ibarat kertas putih bersih yang siap untuk dituliskan apapun di atasnya. Jika kedua orang tuanya membiasakannya pada kebaikan, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Sebaliknya, jika keduanya membiasakannya pada keburukan, maka dia pun akan tumbuh menjadi buruk pula.

Pendidikan terhadap anak merupakan bagian terpenting dalam kehidupan berumah tangga. Sebab salah satu tujuan utama pernikahan adalah lahirnya keturunan yang nantinya akan menjadi generasi penerus. Generasi penerus yang tumbuh tanpa didampingi pendidikan agama yang memadai justru akan menjadi mangsa dan korban penjajahan peradaban lain. Namun ironisnya hal itu tidak disadari oleh kebanyakan pasangan suami istri, sehingga pendidikan agama kurang mendapatkan perhatian dari mereka.

Dalam pandangan kebanyakan orang tua di masyarakat kita, pendidikan yang layak dan baik adalah dengan menyekolahkan anak di sekolah “favorit”, dengan harapan anak tersebut akan dapat berprestasi, sehingga nantinya memiliki masa depan yang “sukses dan mapan”. Tidak peduli apakah sekolah tersebut mengajarkan nilai-nilai Islam ataukah tidak. Bahkan lebih dari itu, mereka tidak peduli meskipun sekolah tersebut dikelola oleh pendidikan sekuler atau non Islam. Malah mereka berpandangan bahwa jika ingin mendapatkan kualitas “pendidikan yang berkelas”, maka harus menyekolahkan anak-anak mereka di lembaga-lembaga pendidikan non Islam. Arena lembaga-lembaga tersebut mengelola dan menyelenggarakan pendidikan secara “profesional”, sementara sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga Islam “dikelola dengan apa adanya dan jauh dari profesionalisme.” Itulah anggapan mereka secara umum.

Ukuran kesuksesan dalam pandangan mereka adalah ketika seseorang sukses secara materi, atau sukses meraih kedudukan tinggi. Mereka akan sangat bangga dan merasa berhasil mendidik dan membesarkan anak-anak mereka, manakala anak-anak tersebut sukses menduduki suatu jabatan tinggi, atau berprofesi dengan profesi bergengsi atau menjadi pebisnis besar. Mereka tidak peduli apakah anak-anak mereka mengerti dan mematuhi tuntunan agamanya, ataukah malah menjauh dari itu semua dan tidak mempedulikannya. Mereka hanya mengenal Islam pada momen-momen tertentu saja, setelah itu mereka kembali melupakan dan tidak mempedulikannya. Apakah mereka lupa ataukah berpura-pura tidak mengerti alasan keberadaan mereka di dunia ini?! Ataukah mereka menyangka akan hidup selamanya di dunia? Atau mereka mengira bahwa setelah kematian semuanya akan selesai begitu saja?!

Apalah artinya kesuksesan dalam kehidupan dunia yang singkat ini, jika ditempuh dengan cara yang berakibat pada kesengsaraan tiada akhir di akhirat nanti! Ketahuilah bahwa kesuksesan yang hakiki adalah ketika seseorang pertama kali menginjakkan kakinya di surga Allah. Renungkanlah firman Allah Ta’ala:

"Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". (QS. Ali Imran [3]: 185)

Allah Ta’ala telah berwasiat kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar menjaga diri dan keluarga mereka dari api neraka. Allah Subhaanahu wa ta’aala berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. at-Tahrim [66]: 6)

Memelihara atau menjaga keluarga dari api neraka mengharuskan seseorang melakukan pendidikan dan pengajaran terhadap anak-anaknya. Dimulai dari menanamkan akidah yang benar, kemudian membiasakan mereka melakukan ketaatan, menjaga shalat, membiasakan anak-anak belajar al-Quran, berakhlak mulia dan seterusnya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِيْ أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِيْ بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“Kalian semua adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dia pimpin. Seorang imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan seorang suami adalah pemimpin di dalam rumahnya (keluarganya), dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Begitu pula seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah suaminya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. al-Bukhari 2554 dan Muslim 1829)

Seseorang tidak mustahil akan digugat oleh anak yang dikasihinya kelak di hadapan Allah. Anak yang selama hidup di dunia sangat dia kasihi dan dia banggakan, dia sekolahkan di sekolah terbaik, dia sediakan baginya segala fasilitas dan dia penuhi segala kebutuhan materinya, berubah menjadi musuh yang menggugatnya. Segala kebutuhannya secara materi memang telah dia penuhi, namun pendidikan agamanya tidak pernah dia pedulikan, sehingga anak tersebut tumbuh dalam kebodohan dan jauh dari agamanya. Dia tidak mengerti bagaimana seharusnya berakidah, dan tidak dapat membedakan mana tauhid dan mana syirik. Dia tidak tahu tata cara dan kewajiban shalat serta berbagai jenis ketaatan lainnya, sehingga dia meremehkannya. Dia tidak dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, sehingga semuanya diraup habis tanpa memilih dan memilah, apakah ini sesuatu yang dibolehkan ataukah dilarang. Maka hancurlah agamanya, rusaklah perilakunya, dan suramlah masa depannya di akhirat. Karenanya, tidak heran jika anak tersebut nantinya akan menggugat orang tuanya, karena kelalaian orang tuanyalah yang membuatnya terjerumus dalam kesengsaraan.

Karenanya, sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua untuk memberikan perhatian lebih pada pendidikan agama anak-anaknya, melebihi perhatiannya terhadap hal lain, bahkan terhadap makan, minum dan kesehatannya. Karena kelalaian terhadap kebutuhan gizi dan kondisi kesehatan anak hanya akan berdampak pada memburuknya kesehatan anak tersebut, atau maksimal mengantarkannya pada kematian. Namun kelalaian terhadap pendidikan agamanya akan sangat fatal akibatnya, karena akan membuatnya sengsara selama-lamanya dalam kehidupan akhirat. Sungguh sangat mengherankan sikap sebagian orang tua, yang hanya bersedih dan menangis ketika tubuh anaknya sakit atau mati, namun tidak demikian halnya ketika hati dan jiwanya yang sakit atau mati. Padahal mereka mengklaim sangat mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Maka, apakah tindakan menjerumuskan anak ke dalam kesengsaraan dapat dikatakan sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang? Tentu tidak! Oleh karenanya, para orang tua hendaknya menata ulang arti cinta dan sayang kepada anak agar selamat di dunia dan akhirat. Wallahul Muwaffiq.

Senin, 04 Februari 2013

OPEN HOUSE EMIISc JAKARTA


PEMBICARA :
 Dr. ABDURRAHIM AL-BASYIR, M.Pd
Ustadz ABU USAAMAH, Lc
Ustadz AMRI AZHARI, Lc
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
OPEN HOUSE EMIISc JAKARTA
TK-SD-SMP-SMA
FULLDAY SCHOOL DAN MA’HAD (PESANTREN)
No: 002/OH/EMIISc/E/II/2013


UNDANGAN TERBUKA UNTUK UMUM
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Dengan ini, kami mengundang  kaum muslimin dan muslimat yang ingin mendapatkan informasi dan membutuhkan “SEKOLAH ISLAM BERKUALITAS TINGGI BERMANHAJ AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH” sebagai tempat sekolah SANG BUAH HATI, agar kiranya dapat menghadiri acara  OPEN HOUSE EMIISc JAKARTA  pada:
Hari/tgl      :  Sabtu, 9 Februari 2013.
Pukul        :  08.00-12.00  WIB.
Tempat     :  Gedung EMIISc I Jakarta
Jln. Condet Raya Kav. 27 No. 7
(Belakang Kantor Notaris  Eva Junaida, SH.) Jakarta Timur.

Demikian undangan ini kami sampaikan, atas perhatian serta kehadirannya kami ucapkan Syukron Wa Jazakumullahu khoirul Jaza.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
                                                                                               
Jakarta, 02 Februari 2013

           PENGUNDANG     



DIREKTUR PENDIDIKAN   
EMIISc JAKARTA



(Dr. ABDURRAHIM AL BASYIR, M.Pd)
 


                    MUDIR MA’HAD
              AI-BS EMIISc JAKARTA



 (ABU USAAMAH, Lc)

 
           

Senin, 21 Januari 2013

METODE MENDIDIK ANAK YANG MALAS BELAJAR SEHINGGA RAJIN BELAJAR


Assalamu A’laikum warahmatullahi wabarakatuh
Untuk  Umi dan Abi di rumah, berikutnya adalah tips sederhana bagaimana agar, anak kita menjadi rajin dan mudah sekali belajar dan sekolah.

1.     Saat pulang sekolah tanyakan “hai sayang/anak shaleh/a, apa yang menyenangkan hari ini di sekolah?”kamu belajar apa hari ini? Otomatis otak anak akan mencari hal-hal yang menyenangkan disekolah dan ini secara tidak langsung akan memberitahu sang anak bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
2.     Saat anak tidur (Hypnosleep), katakan “makin hari, belajar makin menyenangkan”, “sama halnya dengan bermain, belajar juga sangat menyenangkan”, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll)”.
3.     Jelaskan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari (sesuai dengan minat anak tersebut) misal: dengan mempelajari perkalian, maka saat liburan naik kelas nanti nanti kamu bisa menghitung berapa harga barang yang akan kamu beli di luar negri dan kamu bisa membandingkannya dengan harga di Indonesia. Jika kamu menguasai percakapan dalam bahasa Arab maka kamu akan sangat mudah membaca kitab dan mudah berkomunikasi dengan orang Arab.
4.     Hendaknya setiap oarng yang ada terutama guru les (kalo ada) dirumah agar sering-sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal  yang cepat. Mintalah bantuan orang-orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan harga diri anak kita.
5.     Jika anak kita masih kecil dan masih suka dibacakan dongeng, bacakan kisah teladan para Nabi, Rasul,Sahabat dan Ulama dengan posisi memangku dia (dengan posisi yang nyaman, serta memudahkan kita orangtua untuk memberikan ciuman kasih sayang atau pelukan sayang) tujuannya agar anak mengkaitkan membaca buku dengan rasa cinta dari orangtua dan buku adalah hal yang sangat menyenangkan.
6.     Gunakan surat rahasia dari orangtua kepada anak, kita bisa berkata “nak, Ibu telah meletakan surat rahasia buat kamu. Cuma kamu dan ibu yang tahu isinya. Ibu letakan dibawah bantal tidurmu, bacalah setelah makan ya”. Isinya bisa berupa kata-kata yang menyemangati anak dalam kegiatan belajar dan sekolahnya.

Semoga bisa kita terapkan di rumah di iringi dengan do’a yang banyak, InsyaAllah anak-anak kita akan menjadi anak yang Rajin pintar lagi Shaleh-shaleha, amiin…

Oleh:
Arif Rahman, M.Pd ( Kepala SD EMIISc Jakarta )


Jumat, 18 Januari 2013

Sepuluh Kesalahan Dalam Mendidik Anak

Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar, dan termasuk mengkhianati amanah Allah.

Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat.

Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pedidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototipe kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.


BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK 

Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian pula anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya. Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua, Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini termasuk bagian dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash syar’i yang mengisyaratkannya. Allah berfirman.
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…[An Nisa’:58]. 



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuai. [Al Anfal:27]. 


Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ و رَجُلُ رَاعٍ في أَهْلِهِ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung-jawaban terhadap yang dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan bertangung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. [HR Al Bukhari]. 


مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَ هُوَ غَاشٍ لِرَعِيَّتِهِ إلاَّ حّرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ

Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin, lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu, niscaya Allah akan mengharamkan surga baginya. [HR Al Bukhari] 


====================O.0.O====================

SEPULUH KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK 

Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.

Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau menyimpang dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang tidak sadar, bahwa sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya sikap durhaka itu. Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya; yang tanpa kita sadari memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua, maupun kenakalan remaja.

Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

1. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak. 

Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin, dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut; takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakutinya. Misalnya: takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita tentang hantu, jin dan lain-lain. Dan yang paling parah, tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakuti-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak akan semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.

2. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani. 

Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya: takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka bohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.

3. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-Foya, Bermewah-Mewah Dan Sombong. 

Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqamah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakan muru’ah (harga diri) dan kebenaran.

4. Selalu Memenuhi Permintaan Anak. 

Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya: si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaannya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.

5. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil. 

Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.

6. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.

Misalnya, dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lain. Ini kadang terjadi, ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.

7. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran. 


Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya, mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan berbagai cara. Misalnya: dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anak-anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban orang tuanya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Na’udzubillah min dzalik.

8. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih-Sayang Di Luar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.


Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas, wa’iyadzubillah. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya, ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.

9. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja. 

Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih-sayang. Bila kasih-sayang tidak didapatkan di rumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.

10. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya. 

Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman-teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa adalah penyesalan tak berguna.

Demikianlah sepuluh kesalahan yang sering dilakukan orang tua. Yang mungkin, kita juga tidak menyadari bila telah melakukannya. Untuk itu, marilah berusaha untuk terus mencair ilmu, terutama berkaitan dengan pendidikan anak. Agar kita terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak, yang bisa menjadi fatal akibatnya bagi masa depan mereka. Kita selalu berdo’a, semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi shalih dan shalihah, serta berakhlak mulia. Wallahu a’lamu bishshawaab. (Ummu Shofia)



====================O.0.O====================


Maraji: At Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad, Al Mazhahir Subulul Wiqayati Wal ‘Ilaj, Muhammad bin Ibrahim Al Hamd.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/2003M]